Kebencian Gadis Beranak Satu
Cover Cerpen Kebencian Gadis Beranak Satu |
Ini adalah cerpen kelanjutan dari cerpen bukti janji yang menyesatkan. Jadi silakan sobat baca terlebih dahulu cerpen tersebut.
Di pagi hari yang masih berembun, terlihat Layla sedang berjalan dan menikmati pagi di pinggiran kampung yang terletak tak jauh dari kota kecil. Perempuan tersebut menggunakan hijab lebar berwarna merah dan memakai rok panjang berwarna hitam, selayaknya muslimah yang taat.
Layla berjalan di sebelah kiri jalan dan ia terus berjalan melewati setiap rumah di kampung itu, yang rata-rata masih tertutup pintunya. Di sebuah jalan yang lumayan sempit Layla menemukan suatu hal yang sangat menarik dan menurutnya itu adalah sesuatu yang sangat indah.
Layla melihat bunga yang sangat indah di sebelah kanan jalan. Ia pun berusaha mendekat dan mengamati bunga tersebut.
Ketika ia mendekat, aroma bunga itu sangat wangi. Tak perlu berpikir panjang, Layla pun segera memetik bunga indah nan wangi itu.
Tapi tiba-tiba dari arah berlawanan, datang seorang yang mengendarai motor jadul dengan sangat kencang. Dan Layla yang berdiri di bagian kanan jalan pun akhirnya tertabrak oleh motor jadul yang melaju kencang itu karena Layla tepat berdiri di jalur milik motor itu.
Kecelakaan yang tak bisa dihindari itupun membuat Layla terkapar di jalan dengan luka di bagian betis kiri dan kedua lengannya. Terlihat betis dan lengannya berdarah, raut wajah Layla pun meringis kesakitan, dan di sertai tetesan air mata yang membasahi pipinya.
Layla pun berusaha bangkit dari posisinya yang terkapar itu. Namun ia hanya mampu untuk duduk dan ia belum mampu untuk berdiri. Layla masih merasa kaget dan tegang karena ditabrak oleh motor yang melaju kecang itu.
Sedangkan motor jadul bernama astrea yang menabrak Layla pun terjatuh namun pengendara motornya terlihat baik-baik saja. Lelaki yang mengendarai motor jadul itu pun berusaha membangkitkan motornya. Sebenarnya lelaki itu ingin menolong Layla namun ia terlihat sedang buru-buru karena ia selalu memperhatikan jam tangannya.
Saat mendengar rintihan korban yang ia tabrak, lelaki itu semakin tak tega meninggalkannya begitu saja tapi di sisi lain ia juga sedang terburu-buru. Tak ada yang bisa lelaki itu lakukan selain meminta maaf. Dan ia pun kembali menaiki motornya dan sambil terus meminta maaf.
Layla yang mendengar permintaan maaf berkali-kali itu pun hanya cuek saja, dia tak menggubris lelaki itu. Layla pun berusaha untuk berdiri lagi namun Layla tetap tak mampu berdiri. Usahanya untuk berdiri yang gagal justru membuat luka di betisnya terlihat.
Lelaki itu pun melihat luka di betis Layla. Darah segar dari luka itu mengalir ke kaki Layla yang putih. Lelaki itu panik, ia pun seger menyalakan motor jadulnya. Lelaki yang sedang terburu-buru itu justru berbalik arah dan tidak melanjutkan perjalanannya.
Tiga menit kemudian lelaki itu datang kembali menemui korbannya yaitu Layla. Tapi lelaki itu tidak hanya sendirian, ia bersama seorang perempuan yang umurnya sudah tak muda lagi. Perempuan tua itu berpenampilan khas ibu-ibu rumah tangga ala kampung. Ia berpakaian daster, memakai kerudung dan memakai sendal jepit.
Saat tiba di tempat Layla terduduk, perempuan tua itu segera mengevakuasi Layla ke pinggir jalan yang sebelumnya terduduk di tengah jalan dengan luka berlumuran darah . Sedangkan lelaki yang menabrak Layla buru-buru menyalakan kembali motornya.
“Mak, saya langsung berangkat ya?” ujar lelaki itu kepada perempuan tua yang sedang membersihkan luka Layla.
“Loh!! kamu ini gimana sih, mbknya ini dibawa ke rumah kita dulu, obat-obatnya kan ada dirumah semua!” ucap perempuan tua itu dengan nada membentak.
“Haduhhh…mak, ini lagi buru-buru, kalau nggak buru-buru udah saya anterin langsung kerumahnnya mak!” Jawab lelaki itu dengan nada cepat. “Lagian rumah kita kan deket mak dari sini, Assalamualikum!!” ucap lelaki itu sambil mengegas motor jadulnya dan dia kembali melanjutkan perjalanannya berangkat ke tempat kerja.
Perempuan tua itupun bingung bagaimana cara membawa Layla kerumahnya. Walaupun rumahnya memang dekat tapi membawa orang yang tak mampu berdiri tetep akan sulit.
Layla yang melihat perempuan tua itu bingung cara membawa dirinya, akhirnya ia dengan sekuat tenaganya bangkit dari posisi duduknya.
“Eeee…mbk jangan berdiri dulu nanti darahnya keluar lagi!” ujar perempuan tua itu sambil memegang lengan Layla.
“Nggak apa-apa Bu, saya masih kuat jalan juga kok.” Ucap Layla sambil meringis kesakitan.
“Beneran kamu masih kuat buat jalan?” Tanya perempuan tua itu dengan memperhatikan wajah Layla.
Layla pun hanya bisa menjawab pertanyaan perempuan tua itu dengan menganggukan kepalanya, sambil menahan rasa sakit.
“Kalau begitu langsung kerumah ibu aja, biar sekalian diobatin.” Ucap perempuan tua itu sambil memegang lengan kiri Layla dan menaruhnya di pundak.
Mereka berdua akhirnya berjalan dengan pelan dan tertatih-tatih menuju rumah perempuan tua itu.
Sesampainya di depan rumah perempuan tua itu, Layla terdiam dan terheran-heran sambil merasakan sakit pada lukanya.
“Apakah ini rumah ibu?” tanya Layla sambil melihat wajah perempuan tua itu.
“Iya mbk, ini rumah saya. Ya…seperti inilah halamannya, selalu berantakan.” Ucap perempuan tua itu malu-malu sambil melepaskan lengan kiri Layla dan berusaha mendudukan Layla di kursi yang berada di teras rumahnya. “Mbk tunggu di sini dulu ya, saya mau ambil obatnya dulu.” ujar perempuan tua itu sambil masuk kerumahnya.
Layla yang duduk di kursi, hanya bisa merasakan sakit dan merasa terkagum-kagum dengan halaman rumah perempuan tua itu yang di penuhi oleh berbagai macam tanaman hias. Dari tiap sudut halaman rumah itu dipenuhi warna-warni bunga yang membuat Layla merasa sedikit terhibur, karena Layla sendiri sangatlah menyukai bunga.
“Halaman rumah saya memang berantakan mbk kalau pagi begini, belum sempet nyapu sayanya.” Ujar perempuan tua itu sambil keluar dari rumahnya dan membawa obat untuk luka Layla.
“Oh…tapi kalau halamannya dipenuhi bunga seperti ini tetep indah kok, Bu.” Ucap Layla sambil tersenyum kepada perempuan tua itu.
“Maaf mbk ya, saya lihat lukanya lagi, biar saya obati.” Minta perempuan tua itu pada Layla sambil duduk di lantai tepat di depan Layla.
Layla merasa tak enak hati melihat orang yang lebih tua berada di bawahnya, ia segera berusaha turun dari kursi yang ia duduki.
“Loh! Loh! Mbknya kok malah turun?” tanya perempuan tua itu pada Layla dan memasang wajah kaget.
“Hehe nggak apa-apa, Bu. Enak di bawah, lagian ibukan lebih tua, jadi nggak sopan kalau saya di atas kursi.” Jawab Layla sambil duduk dan menahan sakit.
“Heealah, gitu aja kok jadi masalah mbk…mbk.” ujar perempuan tua itu sambil tersenyum malu.
Perempuan itu pun mulai mengobati luka-luka Layla. Terlihat wajah manis Layla mengkerut-kerut karena menahan sakit. Dan perempuan tua itu pun merasa kasihan terhadap Layla.
“Oh iya nama mbk ini siapa ya? sampai lupa kenalan nih.” Tanya perempuan tua itu untuk mengalihkan perhatian Layla agar tidak terlalu merasakan sakit.
“Nama saya Layla, Bu” jawab Layla dengan tersenyum dan masih terlihat menahan sakit. “Saya keponakan pak Heri dan Neli. Sudah hampir seminggu saya di sini.” Ucap Layla dengan senyuman masam.
Mendengar jawaban Layla Perempuan tua itu agak sedikit kaget.
“Layla ya…saya sendiri biasa di panggil Mak Rani di kampung ini, kalau nama aslinya sih Raniem.” Ucap perempuan itu memperkenalkan dirinya kepada Layla dengan senyuman.
“Apakah…ibu sudah pernah mendengar nama saya?” tanya Layla kepada Mak Rani dengan sedikit ragu.
“Kalau pernah dengar namanya sih enggak, tapi kalau dengar tentang kamu sih pernah, La. Biasa lah ibu-ibu kampung serba tahu hehehe” Ucap Mak Rani sambil membalut luka Layla dengan kain perban. “Saya yakin kamu pasti orang yang kuat, La. Karena saya sendiri mengalami bagaimana hidup sendiri dan menjadi janda.” Ucap perempuan tua itu sambil menatap mata Layla dengan optimis.
“Tapi Bu, sebenarnya saya ini bukan janda Bu, saya belum pernah menikah, Bu.” Dengan berat hati Layla mengucapkan kebanaran tentangnya.
“Jadi kamu gadis beranak satu, La.” Ucap Mak Rani dengan sedikit perihatin. “Saya nggak bisa bayangin La, penderitaan kamu dan anakmu selama ini seperti apa.” Ucap Mak Rani menatap Layla dengan melas.
“Mungkin itu semua adalah hukuman dan konsekuensi atas perbuatan saya dulu, Bu.” Ucap Layla dengan tertunduk dan tersenyum masam.
“Tapi melihat kamu seperti saat ini, saya yakin kamu sudah berusaha sekuat tenaga untuk menjadi lebih baik.” ucap Mak Rani dengan optimis. “Ngomong-ngomong anak kamu laki apa perempuan dan berapa umurnya?” tanya Mak Rani mengubah topik pembicaraan.
“Anak saya laki-laki Bu, umurnya 2 tahun.” Jawab Layla dengan sedikit tersenyum.
“Akhirnya rumah pak Heri dan bu Neli ada anak kecilnya…kalau ada anak mbk Layla rumahnya bakal ramai ya.” ujar mak Rani dengan nada bahagia.
“Ibu Rani sendiri tinggal bersama siapa saja di rumah ini?” tanya Layla yang ingin lebih mengenal Mak Rani.
“Kalau saya sih cuman berdua dengan anak laki-laki saya, saya sendiri sudah menjanda sejak anak saya masih SMP. Suami saya meninggal karena penyakit. Sejak ditinggal saya kerja keras buat anak saya satu satunya orang yang saya miliki.” Ucapnya dengan nada agak bersedih. “Tapi sekarang anak saya sudah bekerja. Saya malah dilarang untuk bekerja lagi oleh anak saya.” Ucap Mak Rani sambil membersihkan sisa-sisa kain perban.
“Memang anak ibu, kerja di mana?” tanya Layla sambil mengecek perban yang ada di lengannya.
“Dia bekerja di toko bunga…Oh iya mbk, saya juga mau minta maaf karena anak saya sudah nabrak mbk Layla. Anak saya kalau lagi buru-buru memang sering kehilangan kontrol.” Jelas Mak Rani sambil meminta maaf.
“Sebenernya itu juga bukan sepenuhnya kesalahan anak ibu. Saya juga salah, karena saya berdiri di jalan orang lain, gara-gara saya pingin memetik bunga.” Ucap Layla dengan menyesal.
“Apakah kamu juga suka bunga, La?” tanya Mak Rani sambil memandang bunga-bunga dihalaman yang terkena sinar matahari pagi. “Anak saya juga suka bunga, semua bunga yang ada di halaman ini yang menanamnya adalah dia. Setiap di toko ada jenis bunga baru ia selalu meminta satu dari toko tempat ia bekerja.” Jelas Mak Rani sambil membuang sampah sisa-sisa kain perban.
“Sejak kecil saya suka bunga, Bu.” Ucap Layla sambil tersenyum melihat Mak Rani yang berdiri di sampingnya. “Lalu siapa nama anak ibu?” Tanya Layla sambil tersenyum kepada Mak Rani.
“Anak ibu bernama Reno, sebenarnya dia anak yang baik. Tapi semenjak ditinggal ayahnya, ia sangat sulit di atur dan selalu melakukan sesuatu dengan sesukanya.” Jawab Mak Rani sambil mengeluhkan sifat anaknya.
“Re..re..reno!!!” ucap Layla dengan wajah kaget, dan mengingatkannya dengan seseorang yang sangat ia benci.
“Iya, maafkan anak saya ya, La? karena sudah membuat kamu jadi luka-luka seperti ini.” Ujar Mak Rani kembali meminta maaf pada Layla.
Layla pun hanya menganggukan kepalanya dan ia masih membayangkan masa-masa suramnya saat bersama seseorang yang namanya sama dengan anak Mak Rani.
“Kenapa ada orang yang namanya sama dengan orang keji seperti dia.”
Wah, kebangetan tuh, masa sudah nabrak malah ditinggal pergi untuk kerja, mana emaknya lagi yang suruh ngobatin.
BalasHapusTinggal telepon bos-nya minta cuti buat ngobatin Layla, syukur syukur habis itu di nikahi eh ~
Jangan buru-buru pak ntar cepet selesai ceritanya
Hapus