Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kenapa Harus Seperti Ini

Cover Cerpen Kenapa Harus Seperti Ini
Cover Cerpen Kenapa Harus Seperti Ini

Di pagi yang cerah saat libur panjang, seolah waktu sedang memanjakan para siswa malas . Rian (16 tahun), dengan mata kiri menutup dan mata kanannya yang fokus melihat hp yang sedang dibongkar. Seolah dia sedang mengerjakan suatu hal yang paling penting di dunia.

Rian, kamu mau di rumah atau ke sawah?” tanya ibu agak berteriak dari kejauhan.
 
Di rumah aja bu.” Jawab Rian yang tetap menutup mata kirinya.
Kalau gitu, kamu cuci piring ya… sama bersihin kamar mandi!” perintah ibu kepada Rian.
Iyaaaaaa…. jawab Rian  dengan sedikit kesal.
Kerjain loh … jangan iya iya aja, disuruh ngerjaian kerjaan kaya gitu aja… gak pernah dilaksanain… di kasih  kerjaaan agak susah ngeluh.” Omel ibu kepada Rian .  
Iya bu, entar aku kerjain, jangan ribut kenapa!” ujar Rian  sambil cemberut.
Adek udah tidur tuh, nanti kalau bangun kamu gantiin popoknya sama suapin bubur, yang ada di panci, jangan lupa buburnya diademin dulu, kasihan adeknya kalau buburnya panas.”
Iyaaa…. Rian  tauuu bu…” ujar Rian  dengan agak cuek.
Ibunya pun pergi bersama adik laki-laki Rian  yang bernama Rio  (7 tahun).
 Rio  dibonceng ibu menggunakan sepeda menuju kesawah.
Rian pun tak perduli dengan keberangkatan ibu dan adiknya, karena dia fokus dengan hpnya yang sudah ia bongkar menjadi seperti rongsokan.
5 menit berselang tiba-tiba sang adik perempuan menangis.
Haduh… kok udah bangun…sih…!  baru aja ditinggal pergi, udah bangun aja, Bakalan repot nihhh..” Rian  pun segera mengcek adik perempuannya yang bernama Ria (2,5 tahun) itu.
Lohh.. ternyata masih tidur, ngigau kali ya…” ujar Rian  yang bingung sambil garuk-garuk kepala dengan rambut khas orang bangun tidur.
Ngigaunya nangis, sampai air matanya menetes… mimpi apa ini anak ya…?” ucap Rian  dengan bingung.
Rian pun kembali meneruskan pekerjaannya yang membuang waktu itu.
Belum sampai memegang alat-alat untuk membongkar hp, tiba-tiba dari jendela terdengar suara.
Mas… mas.. .
Lohh… ngapain kamu balik lagi…? “ tanya Rian  kepada Rio .
Mas… ibu… “ ucap Rio  dengan mewek sambil meneteskan air mata.
Rian pun segera bangun dari posisi duduknya. Dan dengan segera mendekat ke Rio .
Kenapa ibu…?”, tanya Rian  dengan sedikit panik.
Namun, Rio  tak mampu berbicara seolah lidahnya kaku. Dia pun hanya bisa mewek dan meneteskan air mata saja.
Lalu, Rian  mendekat dan memegang pundak Rio sambil kembali bertanya.
Kenapa ibu?  Jawab!!  kok malah mewek sih?” tanya Rian  yang bingung kepada adik laki-lakinya itu.
Rio pun berusaha untuk berhenti menangis sambil mengusap air mata di wajahnya.
Saat Rio  mengusap wajahnya, sekilas Rian  melihat luka di lengan Rio .
Kamu jatuh yooo??!!!! dimana ibu sekarang??” tanya Rian  dengan membentak dan benar–benar khawatir.
A..a..aku jatuh sama ibu di jalan menurun deket sungai….” jawab Rio  dengan terbata-bata karena menahan tangis.
Belum selesai mendengar jawaban Rio , Rian  segera berlari menuju jalan menurun yang tak jauh dari rumahnnya itu.
Kamu jagain Ria di rumah aku mau nyusul ibu….” ucap Rian  kepada Rio  sambil berlari dengan perasaan khawatir.
Yang terlintas di benak dan perasaan Rian  hanya khawatir dengan ibunya itu.
Ibuu” yang ia teriakan dalam hati sambil berlari kencang tanpa menoleh kanan dan kiri.
Sampainya di jalan menurun itu, Rian  melihat ibunya terkapar tertimpah sepeda.
<!– adsense –>
Buuuu…. teriak Rian  dengan jantung berdebar kencang, hati tak tenang dan pikirannya melayang layang.
 
Rian….” suara ibu yang khas seperti orang kesakitan.
Ibu…. kok bisa kaya gini ? ” tanya Rian  sambil mengangkat sepeda dan menjauhkannya dari sang ibu.
Ibu pun berusaha duduk dan Rian  pun tak kuasa menahan air matanya karena melihat sang ibu terluka.
 
Terlihat di pipi kanan ibunya ada darah merah segar  pada luka yang bercampur dengan debu. Kaki di bagian betis terlihat sobek dan mengalir darah.
Rian pun hanya menangis  sambil membersihkan ibunya yang kotor dan terluka itu.
 
Aduh… “ jerit ibu yang berusaha  menahan rasa sakit pada pergelangan tangan kanannya.
Ibu mencoba menggerakan pergelangan tangannya tersebut dan terdengar suara tangannya yang patah itu.
Sepertinya tangan ibu patah..” ujar ibu sambil meringis kesakitan.
Lagi-lagi Rian  hanya bisa menangis memandang sang ibu dengan tangan kanan lemas dan tak berdaya.
Ayo kita pulang, ibu masih bisa jalan, kamu bawa sepedanya saja.. biar ibu jalan sendiri…” ujar ibu sambil berdiri di bantu Rian .
Ibu berusaha bejalan, namun Rian  tak tega melepaskan ibunya yang tertatih-tatih itu.
Dia pun menuntun Ibunya berjalan menanjak.
 
Udah, ibu bisa jalan sendiri dari sini… kamu bawa sepedanya aja … kasihan tuh rodanya seperti angka delapan.”
 
Air mata Rian  terus mengalir dan suara tangisannya semakin keras sambil membawa sepeda yang sempat diperhatikan oleh ibunya walaupun ibunya sendiri terluka cukup parah.
 
Sampainya di rumah, ibu duduk bersandar di tembok sambil berusaha membersihkan diri dengan tangan kirinya dan tangan kanannya tergeletak lemas.
Rian dan Rio  hanya bisa menangis dan membasuh luka ibunya dengan kain basah.
Menangis mengaung-ngaung melihat ibu mereka terluka dan mencoba kuat di hadapan anak-anaknya.
 
Udah jangan nangis, nanti adik bangun lagi… denger suara kalian.” tegur sang ibu.
Benar saja, Ria pun bangun, dan dangan sigapnya ibu berdiri lalu segera menepuk-nepuk Ria yang menangis dengan tangan kirinya.
 
Dan Ria pun minta digendong oleh sang ibu.
Ibu pun berusaha menggendongnya dengan tangan kiri.
Namun, usaha ibu gagal…
 
Rian, Rio  bantuin ibu gendong Ria…” perintah sang ibu kepada kedua anak laki-lakinya yang sedang menangis tak henti memperhatikan sang ibu. 
Rian pun menggendong adiknya yang rewel karena bangun tidur itu.
 
Sini Ria ibu pangkuin, Rian  kamu ambil popok di lemari adik…” perintah ibu.
Rian pun mencari popok di lemari.. namun Rian  tidak menemukannya karena Rian sendiri tak pernah tau urusan tentang mengurus adiknya.
Ibu pun segera berdiri lagi dengan meringis kesakitan dan dia mengambil popok untuk Ria.

Nih, kamu pasangin popoknya….” perintah ibu sambil meringis kesakitan karena berusaha duduk.
Rio, ambilin bubur di panci pake mangkuk kecil punya adek , ibu mau suapin adek” perintah ibu kepada Rio  yang tak kunjung berhenti menangis.
 
Setelah mengambilkan bubur sambil menangis, Rio  pun memberikannya pada ibu.
Ibu berusaha menyuapai Ria, dengan tangan kiri namun ibu kesusahan.
 
Rian pun meminta mangkuk berisi bubur itu. Rian  tak tega melihat ibunya meringis kesakitan, dia berusaha membantu sang ibu… menyuapi sang adik perempuan.
Namun, setelah dia berusaha menyuapai adiknya itu, dia hanya membuat adiknya menangis.
 
Rian merasa kesal dan marah-marah karena adiknya susah untuk disuapi.
 
Disuruh makan bubur 3 sendok aja susah banget…  bikin emosi…” ujar Rian  yang kesal.
Kamunya yang sabar, anak kecil emang kaya gitu Rian.” nasihat sang ibu pada Rian .
 
Emang ibu gak emosi tiap hari nyuapin adek yang nangis terus kalau makan” tanya Rian  dengan kesal.
 
Nggak lah…  jawab sang ibu dengan tegas.
 
Udah kamu telpon bapak aja, beritahu agar cepet pulang” ucap ibu sambil mendekat ke Rian  dan mengambil mangkuknya.
 
Oh iya hpku, masih berantakan” ujar Rian  yang tersadar hpnya yang terlupakan karena peristiwa itu.
Setelah hari itu, Rian  menjadi partner sang ibu. Rian  menjadi tangan kanan sang ibu, semua pekerjaan dikerjakan oleh Rian  dengan diberi petunjuk oleh ibu.
 
Namun, tak satu pun pekerjaan yang beres di tangan Rian . Semua pekerjaan tetap ibu yang menyelesaikannya.
Hampir setiap hari Rian  menangis memperhatikan sang ibu membereskan setiap pekerjaan dengan tangan kirinya, dia merasa bersalah dan merasa tak berguna sebagai anak. Tak satu pun pekerjaan yang bisa dia kerjakan, dia hanya bisa merepotkan ibunya yang selalu merasakan sakit di setiap gerakannya.
 
Menjerit hati Rian  setiap kali dia melihat ibunya merasakan sakit.
 
Kenapa harus dengan cara seperti ini untuk membuka kesadaran ku, kenapa aku baru sadar setelah ibu sakit.

Posting Komentar untuk "Kenapa Harus Seperti Ini"